Rabu, 19 Desember 2018

Cerpen; Tentang Mimpi


Image source: writingcooperative.com





“Haha, mimpi lo kejauhan.”

“Lo beneran mimpi sih.”

“Kalo punya mimpi tuh yang logis dikit.”

Masih banyak umpatan dan cacian yang hampir setiap hari menyambangi gendang telingaku. Aku tak tahu apa sebenarnya yang mereka lakukan. Memang salah kalau aku ingin mewujudkan mimpiku itu? Semustahil itu kah untukku?

“Emang ada yang salah sama mimpi gue, Lis?” tanyaku pada Lisa yang masih asik menguyah permen karet sembari melarikan jemarinya di atas keyboard notebook-nya.

Ia menoleh padaku sesaat, lalu menggeleng. “Terus kenapa gue diolok-olok kayak gitu?” tanyaku lagi.

Sungguh, aku kadang tak mengerti apa yang ada di otak manusia sampai harus merendahkan mimpi orang lain. Semua orang berhak memiliki mimpi, ‘kan?

“Mimpi mereka enggak sebesar mimpimu,” jawab Lisa santai.

Dia adalah orang paling santai yang pernah kukenal. Aku jarang melihatnya marah walaupun banyak yang mengejek dan merendahkannya. Semua ia anggap seperti sebuah drama. Bohongan. Aku mana bisa seperti itu.

Lisa memutar badan menghadapku. Ia menatapku lekat. “Jangan ditanggepin omongan begitu. Kamu ya kamu. Mimpimu ya mimpimu. Enggak ada urusan sama mereka.”

Lisa kembali memutar tubuhnya persis setelah kalimatnya berakhir. Aku hanya bisa mengembus napas pelan. Mindset-nya saja sudah beda denganku. Mentalnya lebih kuat. Mengatakan hal seperti itu pasti sangat mudah.

Aku menelungkupkan wajah di meja. Mencoba memikirkan letak kesalahan atas mimpiku. Mimpi yang bagiku sangat sederhana, tapi malah dianggap aneh oleh orang lain. Kupikir, mimpiku adalah suatu hal yang keren. Siapa yang tak mau jadi penulis ternama? Dikenal seluruh Indonesia, dikagumi banyak orang.

Memangnya salah?

Aku merogoh saku rok seragamku, mengeluarkan ponsel dan membuka Instagram. Satu-satunya sosial media yang kugandrungi habis-habisan. Aku membuka instastory dari orang-orang yang ku-follow hingga akhirnya jemariku menekan tombol volume untuk mengeraskan suaranya.

Di layar ponsel, terpampang wajah seorang pria yang menurutku sangat inspiratif dengan kesuksesannya.

“Kalau mimpimu sudah ditertawakan orang, maka percayalah. Mimpimu akan terwujud,” ucapnya dalam video tersebut.

Aku menyunggingkan senyum miring. Apa benar seperti itu? Apa memang semudah itu? ukup ada ynag menertawakan dan mimpi kita akan terwujud?

Aku kembali menyaksikan video pendek berikutnya. “Kalau mereka menertawakan mimpimu, itu artinya mereka tak memiliki mimpi sebesar dirimu. Kamu lebih hebat dari mereka.”

Lagi-lagi aku tersenyum. Ah, klise banget, batinku.

Namun, kalimat terakhir darinya membuatku terdiam untuk sepersekian detik, terhenyak, lalu tersenyum sendiri seperti orang kurang waras. “Mimpi itu untuk dimiliki, bukan dipinjam. Jangan biarkan orang lain menyetir mimpimu harus seperti apa. Mimpimu adalah keinginanmu, tujuan hidupmu. Bukan mereka.”

0 komentar:

Posting Komentar