Sudut Pandang Orang Pertama
Aku melangkahkan kaki dengan riang menuju gerbang sekolah. Akhirnya, hari Senin tiba. Aku sangat menantikannya. Setengahberlari, aku melewati gerbang sekolah dan menuju kelas yang tak begitu jauh.
Aku bisa melihat beberapa temanku dengan seragam putih merah berlarian di halaman sekolah. Namun, aku sedang tak berminat untuk bermain di lapangan. Aku harus menemui Tasya, teman semejaku.
Dengan tergesa aku masuk ke kelas bercat biru dan menuju ke tempat dudukku. Seperti biasa, Tasya sudah duduk di sana dengan komiknya. Aku selalu meminjam komik yang dia bawa.
"Tasya, kamu harus lihat ini," ucapku antusias sampai tasku setengah terlempar ke atas meja.
"Lihat apa?" Tasya menutup komiknya dan menatapku penasaran.
"Kamu ingat aku pernah cerita tentang pensil ajaib?" Tasya mengangguki ucapanku. "Sekarang, pensil ajaib itu ada di tanganku!"
"Ah, bohong. Mana mungkin pensil ajaib itu nyata," tolak Tasya. Ia tak percaya dengan ucapanku. Yang benar saja?
"Aku serius. Kamu mau lihat?" Tasya mengangguk cepat.
Aku membuka tasku. Mengambil kotak pensil dan membukanya. Aku mengambil sebuah pensil yang agak berbeda dari deretan pensil lain.
"Ini dia!" Aku menyorongkan tanganku ke arah Tasya. Tapi, dia malah menatapku heran.
"Ini kan pensil biasa," ucapnya.
"Ih, bukan. Lihat nih." Aku menggerakkan pensil itu hingga meliuk-liuk, bahkan hampir membuat simpul dengan pensil itu.
"Hah? Kok bisa?"
"Namanya juga pensil ajaib. Tapi pas aku beli kata ibu-ibunya ini pensil Inul." Aku kembali meliukkan pensil itu hingga Tasya merebutnya dariku dan memainkannya.
Sudut Pandang Orang Ketiga
Kelas yang tadinya agak lengang mendadak riuh. Seorang gadis berkucir kuda datang ke kelas sambil berlari. Dengan napas tersengal ia menuju mejanya. Ia sangat bersemangat untuk menunjukkan sebuah benda yang ia gadang-gadang ajaib itu.
"Ah, bohong. Mana mungkin pensil ajaib itu nyata," balas teman semejanya tak percaya. Namun, ia sudah begitu yakin dengan keajaiban benda itu.
Dengan niat menggebu, ia mengeluarkan sebuah kotak pensil dari dalam tasnya. Sejenak, ia mencari keberadaan benda itu dan menemukannya tak lama kemudian. Benda berwarna kuning mengilat dengan ujung lancip seperti pensil, tapi lebih panjang. Benda itu diletakkannya di atas kedua tangan.
"Ini dia!" Ia menyorongkan tangannya. Namun, itu tak berhasil membuat teman semejanya itu percaya.
Hingga akhirnya, ia membuktikan kehebatan dan keajaiban benda itu. Tangannya menggerak-gerakkan pensil itu hingga bergoyang dengan begitu lentur. Ia juga mencoba membengkokkan pensil itu tanpa membuatnya patah. Dan hal yang membuat teman semejanya percaya adalah saat dia berhasil membuat sebuah simpul tanpa mematahkannya.
Masih terheran, teman semeja gadis itu mengambil alih pensil ajaibnya dan menggerakannya seperti apa yang tadi ia lihat. Tak lama, ia bergelak karena takjub. Mereka memainkan pensil itu dengan riang hingga membuat teman sekelas mereka terheran dan mulai berkerumun.
Selasa, 19 Februari 2019
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
wah, aku jadi inget pernah punya itu pensil inul. Nggak enak buat nulis -_-
BalasHapus